5.11.2014

Tinjauan Kebijakan Moneter April 20 14

Rapat Dewan Gubernur (RDG) Bank Indonesia pada 8 April 2014 memutuskan untuk mempertahankan BI Rate sebesar 7,50%, dengan suku bunga Lending Facility dan suku bunga Deposit Facility masing-masing tetap pada level 7,50% dan 5,75%. Kebijakan tersebut tetap konsisten dengan upaya untuk mengarahkan inflasi menuju ke sasaran 4,5±1% pada 2014 dan 4,0±1% pada 2015, serta menurunkan defisit transaksi berjalan ke tingkat yang lebih sehat. Bank Indonesia menilai perekonomian Indonesia dewasa ini bergerak ke arah yang positif dan sesuai perkiraan, ditandai inflasi yang menurun dan neraca perdagangan yang kembali mencatat surplus. Ke depan, Bank Indonesia terus mencermati berbagai risiko, baik dari global maupun domestik, dan menempuh langkah-langkah antisipatif guna memastikan stabilitas ekonomi tetap terjaga dan mendukung perbaikan kinerja transaksi berjalan. Untuk itu, Bank Indonesia akan senantiasa memperkuat bauran kebijakan moneter dan makroprudensial serta meningkatkan koordinasi dengan Pemerintah dalam pengendalian inflasi dan defisit transaksi berjalan, termasuk kebijakan untuk memperkuat struktur ekonomi dan pengelolaan Utang Luar Negeri (ULN), khususnya ULN swasta.

Pemulihan ekonomi global masih terus berlanjut, meskipun dengan kecepatan yang moderat. Pemulihan terutama ditopang oleh perbaikan ekonomi negara maju sejalan dengan  masih berlanjutnya stimulus moneter. Di negara  emerging markets, khususnya di Tiongkok, perlambatan ekonomi terjadi seiring dengan kebijakan rebalancing ekonomi yang ditempuh. Kondisi ini berpotensi mempengaruhi perkembangan harga komoditas global yang masih rendah. Sementara itu, perbaikan terjadi pada pertumbuhan ekonomi di negara mitra dagang lainnya, seperti India. Ke depan, Bank Indonesia akan terus mencermati risiko pertumbuhan ekonomi dunia tersebut serta risiko eksternal lain seperti rencana normalisasi kebijakan the Fed dan kondisi di beberapa negara emerging markets yang masih cukup rentan.
Bank Indonesia menilai moderasi pertumbuhan ekonomi Indonesia masih berlanjut ke arah yang lebih sehat dan seimbang. Permintaan eksternal membaik dan mengimbangi moderasi permintaan domestik sebagai sumber pertumbuhan ekonomi. Beberapa indikator dini dan indikator penuntun mengindikasikan pertumbuhan konsumsi rumah tangga pada triwulan I 2014 meningkat antara lain didorong kegiatan Pemilu 2014. Ekspor diperkirakan juga masih berada dalam tren membaik terutama didorong ekspor manufaktur sejalan pemulihan ekonomi negara maju. Sementara itu, investasi swasta pada triwulan I 2014 masih tumbuh terbatas, dan diperkirakan baru meningkat pada semester II 2014. Secara keseluruhan, pertumbuhan ekonomi Indonesia 2014 diperkirakan masih berada dalam kisaran proyeksi Bank Indonesia sebelumnya yakni 5,5-5,9%.
Pertumbuhan ekonomi yang lebih seimbang juga ditopang perbaikan kinerja sektor eksternal, baik dari neraca pedagangan maupun neraca finansial. Neraca perdagangan Indonesia pada Februari 2014 kembali mencatat surplus sebesar 0,79 miliar dolar AS, ditopang meningkatnya surplus neraca perdagangan nonmigas. Peningkatan surplus neraca perdagangan nonmigas bersumber dari kontraksi pada impor nonmigas sejalan dengan moderasi permintaan domestik, dan perbaikan ekspor nonmigas khususnya manufaktur sejalan perbaikan ekonomi negara maju. Surplus neraca perdagangan juga bersumber dari menurunnya defisit neraca perdagangan migas dipengaruhi ekspor migas akibat kenaikan lifting minyak, serta penurunan impor migas sejalan dengan kewajiban penggunaan biodiesel untuk bahan bakar di sektor transportasi umum dan kelistrikan. Dari neraca finansial, aliran masuk modal asing masih terus berlanjut pada Maret 2014 sehingga secara akumulatif pada triwulan I 2014, aliran masuk portfolio asing ke pasar keuangan Indonesia mencapai 5,8 miliar dolar AS. Dengan perkembangan positif tersebut, cadangan devisa Indonesia pada akhir Maret 2014 tercatat 102,6 miliar dolar AS, yang setara 5,9 bulan impor barang atau 5,7 bulan impor barang dan pembayaran utang luar negeri Pemerintah, serta berada di atas standar kecukupan internasional sekitar 3 bulan impor. Ke depan, Bank Indonesia memperkirakan perbaikan sektor eksternal berlanjut, ditopang defisit transaksi berjalan 2014 yang dapat ditekan di bawah 3,0% dari PDB dan surplus aliran masuk modal asing yang tetap besar. Bank Indonesia akan terus mencermati berbagai risiko baik dari global maupun domestik yang dapat mengganggu ketahanan sektor eksternal dan meresponsnya dengan tepat, termasuk mengenai perkembangan Utang Luar Negeri (ULN), khususnya ULN swasta.
Perekonomian yang semakin berimbang dan mendorong perbaikan kinerja sektor eksternal berdampak pada menguatnya nilai tukar rupiah. Pada Maret 2014, rupiah ditutup di level Rp11.360 per dolar AS, menguat 2,19% dibandingkan dengan level akhir Februari 2014. Secara rata-rata, rupiah pada Maret 2014 tercatat Rp11.420 per dolar AS, menguat 4,38% dibandingkan dengan rata-rata rupiah pada Februari 2014 sebesar Rp11.919 per dolar AS. Dengan perkembangan ini, rupiah sampai Maret 2014 menguat 7,13% dibandingkan dengan level akhir tahun 2013, atau secara rata-rata menguat 2,85% dibandingkan dengan rata-rata rupiah tahun 2013. Ke depan, Bank Indonesia tetap konsisten menjaga stabilitas nilai tukar rupiah sesuai dengan nilai fundamentalnya dan didukung berbagai upaya untuk meningkatkan pendalaman pasar uang. Berbagai kemajuan dalam pendalaman pasar uang baik rupiah maupun valas seperti mini MRA dan transaksi lindung nilai akan ditingkatkan dan menjadi fokus kebijakan ke depan.
Inflasi Maret 2014 berada dalam tren menurun sehingga semakin mendukung prospek pencapaian sasaran inflasi 2014 yakni 4,5±1%. Inflasi IHK Maret 2014 tercatat rendah yakni 0,08% (mtm) atau 7,32% (yoy), menurun dibandingkan dengan inflasi Februari 2014 sebesar 0,26% (mtm) atau 7,75% (yoy). Inflasi Maret 2014 juga tercatat lebih rendah dari rata–rata inflasi dalam 6 tahun terakhir. Penurunan tekanan inflasi disebabkan inflasi inti yang menurun seiring apresiasi nilai tukar, moderasi permintaan domestik, dan ekspektasi inflasi yang masih terjaga. Selain itu, harga bahan pangan juga mengalami deflasi akibat pasokan beberapa komoditas bahan makanan yang meningkat seiring dengan datangnya musim panen. Ke depan, Bank Indonesia akan tetap mencermati sejumlah risiko yang dapat mengganggu pencapaian sasaran inflasi, seperti penyesuaian administered prices, dan potensi peningkatan harga pangan akibat musim kemarau di beberapa daerah, termasuk adanya indikasi kemungkinan terjadinya El Nino dengan intensitas lemah di bulan Agustus 2014. Dalam kaitan ini, Bank Indonesia akan terus memperkuat bauran kebijakan dan berkoordinasi dengan Pemerintah baik di tingkat pusat maupun daerah sehingga tetap dapat mengendalikan inflasi sesuai sasarannya.
Stabilitas sistem keuangan terjaga ditopang oleh ketahanan sistem perbankan dan perbaikan kinerja pasar keuangan. Ketahanan industri perbankan tetap kuat dengan risiko kredit, likuiditas dan pasar yang cukup terjaga, serta dukungan modal yang masih kuat. Pertumbuhan kredit kepada sektor swasta melambat dari 20,9% (yoy) pada Januari 2014 menjadi 19,9% (yoy) pada Februari  2014, sejalan dengan arah moderasi permintaan domestik. Bank Indonesia akan terus berkoordinasi dengan OJK untuk mengarahkan pertumbuhan kredit ke depan sehingga dapat menopang pertumbuhan ekonomi ke arah yang lebih sehat dan seimbang. Sementara itu, kinerja pasar modal pada Maret 2014 semakin baik tercermin pada IHSG yang berada dalam tren meningkat dan imbal hasil SBN yang menurun. Perbaikan kinerja pasar modal ini didorong meningkatnya optimisme investor terhadap perekonomian domestik.
sumber bi.go.id

0 komentar:

◄ Newer Post Older Post ►
 

Copyright 2014 Jejak-Ku Template by Aghile Official Blog and KSEI Filantropi